1. Franz Beckenbauer (Jerman)
Italia boleh saja menyumbangkan banyak nama dalam daftar ini. Tapi,
tidak ada yang lebih patut berada di posisi puncak daripada “Sang
Kaisar”. Buktinya, banyak pemain yang merasa bangga jika dibandingkan
dengannya. Selain seabrek trofi yang dikoleksinya, kejeniusannyalah yang
membuat ia menjadi sosok yang susah dilupakan. Sepak terjangnya di
lapangan sangat elegan.Lebih dari itu, ia adalah pemikir ulung yang membawa revolusi di dunia sepakbola dengan menciptakan peran libero menyerang. Sebelumnya, tak seorangpun pernah berpikir bahwa seorang sweeper juga perlu untuk maju untuk membantu penyerangan, apalagi mencetak gol. Beckenbauer menciptakan taktik ini, dan menjadikannya sebagai bagian dari sepakbola modern.
2. Paolo Maldini (Italia)
Ia tidak hanya hebat karena memiliki kesetiaan yang besar kepada
klubnya, AC Milan. Lebih dari itu, ia adalah bek paling berprestasi.
Bersama Milan, ia meraih tujuh Scudetto dan lima titel Liga Champions.
Sebagai pemain yang paling banyak tampil untuk timnas Italia, Ia juga
menjadi langganan tetap gelar pemain terbaik sepanjang karirnya. Tidak
kurang dari Lilian Thuram pernah mengakui ingin sepertinya. Satu-satunya
kekurangannya adalah ia tidak pernah merasakan juara Piala Dunia.
3. Bobby Moore (Inggris)
Pemain bertahan yang tenang, Moore banyak dipuji karena kemampuannya
dalam membaca arah pertandingan dan mengantisipasi pergerakan lawan. Ia
bukan bek yang hanya mengandalkan tekel keras. Pele menyebutnya
sebagai pemain bertahan paling jujur yang pernah dilawannya. Pada 29
Mei 1963, ia menerima ban kapten timnas Inggris ketika baru berusia 22
tahun, dan menjadi kapten tim senior Inggris termuda sepanjang masa.
Prestasi terbesarnya adalah membawa Inggris menjuarai Piala Dunia 1966.
4. Franco Baresi (Italia)
Baresi menggawangi lini bertahan AC Milan dalam masa yang oleh banyak
pengamat dinyatakan memiliki empat bek terbaik sepanjang sejarah,
yaitu ia sendiri, Paolo Maldini, Alessandro Costacurta dan Mauro
Tassotti. Ia juga menghabiskan seluruh karirnya di AC Milan dengan 532
pertandingan.Ia mengoleksi enam Scudetto, tiga Piala Eropa dan Piala Dunia 1982, walau hanya sebagai cadangan. Paolo Maldini banyak berguru padanya, dan bahkan perkembangan karirnya kemudian mirip dengan Baresi. Ketika kemudian ia gantung sepatu, Milan memutuskan untuk menyimpan nomor punggung 6 yang selalu dikenakannya, sebuah penghargaan yang jarang dilakukan di Italia.
5. Lilian Thuram (Prancis)
Bek Prancis paling sukses, dengan koleksi berbagai trofi dari empat
klub di tiga negara, dan dua gelar internasional bersama timnas
Prancis. Kemampuannya dalam membaca permainan dan menempatkan diri di
lapangan membuatnya berbeda dari pemain bertahan kebanyakan. Ia telah
tampil dalam 142 pertandingan untuk Prancis, yang menjadikannya pemain
yang paling sering diturunkan. Meski kurang mendapat pujian jika
dibandingkan dengan bintang Prancis lainnya, seperti Zinedine Zidane
dan Theirry Henry, perannya di timnas tidak kalah pentingnya. Ia
membantu Prancis memenangkan Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.
6. Roberto Carlos (Brasil)
Roberto Carlos tampil di tiga Piala Dunia bersama Brasil. Selain
membawa timnya ke final 1998, ia juga menjadi pemain kunci pada saat
Brasil menang empat tahun kemudian. Kontribusinya sebagai pengeksekusi
tendangan bebas juga tidak bisa diremehkan, termasuk pada 3 Juni 1997,
ketika ia mencetak gol dari jarak 35 m saat melawan Prancis.Di Real Madrid, ia meraih empat gelar juara La Liga, tiga Liga Champions dan dua Piala Intercontinental. Ia juga merupakan salah satu dari enam pemain yang tampil lebih dari seratus kali di Liga Champions. Pele memasukkannya dalam daftar 125 pemain sepakbola terhebat sepanjang masa pada Maret 2004. Ia juga mendapat pengakuan sebagai legenda sepakbola internasional, dengan diberikannya Penghargaan Kaki Emas 2008.
7. Fabio Cannavaro (Italia)
Kapten Italia ini merupakan bek pertama yang dinobatkan menjadi
Pemain Terbaik Dunia oleh FIFA setelah Italia menjuarai Piala Dunia
pada 2006. Pada tahun yang sama, ia juga memenangi gelar Pemain Terbaik
Eropa, dan dua kali terpilih dalam pasukan FIFPro World XI, yaitu pada
2005/06 dan 2006/07.Sayang, walau pernah meraih gelar juara La Liga dua kali dengan Real Madrid, ia belum pernah menang di Serie A.
8. Lothar Matthaus (Jerman)
Matthaus baru bermain sebagai pemain belakang saat usianya sudah
merambah 30-an. Sebelumnya ia lebih banyak berada di lini tengah. Toh
dimanapun ia bermain, Maradona menyebutnya sebagai rival terberat. Dan
kenapa tidak? Tak kurang dari tujuh gelar Bundesliga pernah menjadi
miliknya, ditambah dengan tiga Piala Jerman, sebuah mahkota Serie A, dua
Piala UEFA, satu Kejuaraan Eropa, serta Piala Dunia. Komunitas
sepakbola Jerman menobatkannya menjadi pemain terbaik pada 1990 dan
1999, dan FIFA pun tak segan memberikan gelar pemain terbaik dunia 1991
padanya. Sayang karirnya sebagai pelatih tidak secemerlang itu. Ia
dipecat dari timnas Hongaria dan Red Bull Salzburg.
9. Giacinto Facchetti (Italia)
Meski karirnya berawal sebagai pemain depan, Facchetti kemudian
beralih menjadi salah satu bek paling efektif dalam sejarah sepakbola
Italia. Rentetan gelar yang dikoleksinya antara lain adalah Scudetto
pada 1963, 1965, 1966, dan 1971; Coppa Italia 1978; Piala European
Champions Club (sekarang Liga Champions) 1964 dan 1965; Piala
Intercontinental 1964 dan 1965, serta pemenang Euro 1968. Hebatnya
lagi, semua gelar klubnya diraih bersama satu klub, yaitu Inter Milan.
Tak heran jika Pele memasukkannya dalam daftar FIFA 100.
10. Daniel Passarella (Argentina)
Inilah pemain serba bisa dari Argentina. Jago bertahan maupun
menyerang, dan membantu terciptanya peluang bagi rekan setimnya,
sekaligus menyapu bersih usaha lawan-lawannya. Ia juga dikenal efektif
dalam eksekusi penalti dan tendangan bebas. Dengan 134 gol dalam 451
pertandingan, ia pernah mencetak rekor sebagai bek paling haus gol
sepanjang masa. Meski demikian, rekor yang sama di Serie A Italia masih
menjadi miliknya hingga saat ini. Ia sering dibandingkan dengan
Beckenbauer. Prestasinya yang paling menonjol adalah dua kali juara
dunia bersama Argentina, yaitu pada 1978 dan 1986. Ia juga memenangkan
Liga Utama Argentina selama empat kali bersama River Plate.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar